Resensi
Novel
”Ketika
Jodoh Tak Akan Lari Kemana”
Judul : Cinta Suci Zahrana (Sebuah Novel Pembangun
Jiwa)
Penulis :
Habiburahman el-Shirazy
Penerbit :
Ihwah Publishing House
Cetakan : VIII, Februari 2012
Tebal : 284 halaman
ISBN : 978-602-98221-6-8
Habiburarahman
El-Shirazy seorang penulis novel, kembali menulis Novel yang memukau setelah ia
berhasil menulis beberapa novel Best Seller di masyarakat. Karyanya yang satu
ini tak kalah hebatnya dengan karya-karyanya sebelumnya. Novel ini bahkan akan
di Tayangkan dalam layar lebar.
Menikah
adalah satu di antara tiga perkara yang sunnah untuk disegerakan. Dan Allah
akan melimpahkan ridhanya kepada orang yang akan menyegerakan menikah. Halnya
sama dengan orang yang membantu untuk menyegerakan menikah. Karena perbuatan
menyegerakan menikah merupakan perkara yang disunnahkan oleh Rasulullah. Dan
setiap perkara yang disunnahkan, adalah tindakan yang diridhai dan dicintai
Allah.
Dalam novel
ini menceritakan bagaimana sosok Zahrana yang menunda-nunda menikah. Ia lebih
mendahulukan pendidikan ketimbang sunnah Rasul tersebut. Walaupun sudah cukup
dikatakan sukses untuk ukuran perempuan semacam dirinya—dalam menuntut ilmu dan
pekerjaannya sebagai seorang dosen. Apalagi ditambah ia berhasil menerima
Penghargaan Tingkat International di Bidang Arsitektur yang diberikan oleh Tsinghua
University Beijing sampai diundang untuk menerima penghargaan tersebut atas
karya-karya dan prestasinya dibidang arsitektur.
Sayang,
kesuksesan Zahrana dalam berbagai hal tidak diimbangi dengan masalah kehidupan
pribadinya. Tak lain masalah soal kehidupan pribadinya. Soal percintaan dan
perjodohannya! Kedua masalah itulah yang tidak dapat ia dapatkan secara
bersamaan. Tak mudah ia genggam.
Namun
dengan berjalannya waktu hal itu membuat khawatir khususnya Pak Munajat dan Bu
Nuriyah sebagai kedua orangtua Zahrana. Kedua orangtuanya itu menginginkan ia
untuk segera melepaskan masa lajangnya. Segera menikah! Terlebih ketika mereka
mengetahui bahwa anak perempuannya yang semata wayang itu sudah tak muda lagi.
Usianya sudah melewati kepala tiga. Berusia 33 tahun. Tentu usia tersebut
sebagai seorang perempuan adalah usia yang sungguh memalukan di mata warga
kampung dimana mereka tinggal. Hingga hal itu membuatnya merasa tidak nyaman
dan terganggu. Dan konflik bathin pun mulai menghinggapi dirinya.
Rahasia
Tuhan tiada yang mengetahuinya. Zahrana pun akhirnya menemukan jodohnya. Ia
dipinang oleh seorang duda tanpa anak bernama Rahmad sekaligus mantan santri
yang juga penjual kerupuk. Itu pun karena dikenalkan atas perantara Bu Nyai Dah
pemilik sekolah dimana ia mengajar.
Tapi takdir
berkata lain ketika di hari bahagianya, tepatnya di hari pernikahannya Zahrana
mendapatkan kabar yang membuatnya ia shock hingga tak sadarkan diri. Ia
menerima kabar duka tentang kematian (calon) suaminya itu—yang tewas karena
tertabrak kereta api.
Ternyata
bukan sampai disitu penderitaan yang dialami oleh Zahrana. Setelah kematian Rahmad,
(calon) suaminya itu. Pak Munajat, ayahnya pun ikut menyusul. Ayahnya dipanggil
oleh yang Maha Kuasa. Meninggal dunia karena serangan jantung. Apalagi ia harus
menerima teror oleh Pak Karman, rekan kerjanya sesama dosen yang pinangannya
ditolak mentah-mentah olehnya. Dan semakin lengkaplah penderitaan Zahrana.
Hari-hari yang ia lalu penuh dengan kedukaan.
Dalam Novel
ini pembaca akan disuguhi alur cerita yang memikat, setting lebih beragam lagi
dan konflik yang penuh berwarna sebagai unsur intrinsiknya dalam novel
ini. Dan kekurangan dan kelemahan dalam novel ini yakni bahasa ilmiah tentang
dunia arsitek itu sendiri tak digali secara dalam. Kalau pun ada hanya sedikit
dan sangat kurang. Hanya sekilas saja. Ini lebih banyak membahas konflik
kehidupan pribadi Zahrana yang telat menikah.
Namun
walaupun ada kekurangan dan kelemahan tetap saja novel ini banyak memberi
inspirasi sekaligus bahan intropeksi diri khususnya bagi para jomblowan-jomblowati
yang sedang mencari tambatan hati. Alias, jodoh. Perlu menjadi bahan
pertimbangan ketika menemukan jodoh lalu menikah nantinya. Karena perkara soal
jodoh ada di tangan Tuhan bukan di tangan manusia. Dan kita sebagai manusia
yang percaya kepada qadha dan qadar patutlah bertawakal serta berserah diri
kepadaNya.